· Sejarah
Pada
Zaman Melayu kuno, Kota Jambi mendapatkan keuntungan dari aktivitas
perdagangan antara Asia Barat dan Cina, oleh karena itu Negara Cina
menjadi sumber informasi mengenai latar belakang sejarah Jambi.
Pada
Tahun 1460 – 1907, Jambi yang dikenal akan Kerajaan Islam dikenal
sebagai Melayu II. Ratu pertama dalam kerajaan ini adalah Selaro Putri
Pinang Masak didampingi oleh suaminya bernama Datuk Paduko Berhalo.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar, colonial Belanda mendirikan perusahaan perdagangan mereka di Muara Kampeh.Namun
tidak bisa bertahan lamanya pesaing asing dan penolakan dari
orang-orang sekitar memaksa VOC menutup perusahaan pada tahun 1625.
Ketegangan kembali berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil,
beliau harus menghadapi banyak kendala seperti persaingan dengan Sultan
Johor dan tekanan dari VOC sejak ia memberikan izin perdagangan ke
Portugis di Sungai Batanghari. Akhirnya, karena berada di dalam tekanan
beliau harus menyetujui persetujuan perjanjian kerjasama dengan VOC
ditandatangani oleh anaknya, Pangeran Ratu Raden Penulis yang kemudian
menjadi pengganti beliau dan mendapat gelar Sultan Abdul Mahyu Sri
Ingolongo. Suatu ketika dalam periode 1665 – 1690, Sulatan Ingolongo
ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Pulau Banda. Penangkapan itu
memicu aksi masyarakat dan puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Thaha
(1856 – 1904). Pada tahun 1907, Jambi sepenuhnya menyerah kepada
kolonial Belanda.
Setelah
Indonesia merdeka, gerakan masyarakat dan komunitas pemuda yang
didirikan masyarakat Jambi untuk mendukung gerakan pemerintahan
Indonesia. Namun, administrasi pemerintahan tidak berjalan mulus karena
pemberontakan bergolak di seluruh daerah. Tahun 1948, provinsi Sumatera
dibagi menjadi tiga dan Jambi menjadi Provinsi Sumatera Tengah.
Administrasi pemerintahan mulai membaik setelah konferensi ‘Meja
Bundar’. Tahun 1958, Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga, salah satunya
adalah Jambi.
0 komentar:
Posting Komentar